Selamat Datang & Namo Buddhaya

Selamat Datang & Namo Buddhaya
Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta - Semoga Semua Makhluk Hidup bahagia - 愿 一 切 众 生 离 苦 得 乐

Selasa, 27 Juli 2010

Peringatan Hari Asadha Puja 2554 BE / 2010

PERINGATAN HARI ASADHA PUJA 2554 BE / 2010

Pada hari senin tanggal 26 juli 2010 umat Buddha Vihara Guna Vijaya memperingati Hari Asadha Puja dengan melaksanakan Puja Bakti bersama. Puja Bakti dipimpin oleh PMd. B. Dwi Prayitno, S.Ag. dan PMd. Supardi.

Hari Asadha Puja mengingatkan kita akan salah satu peristiwa penting dalam masa kehidupan Sang Buddha yaitu Pemutaran Roda Dhamma untuk pertama kalinya kepada 5 orang pertama di Taman Rusa Isipatana. Dan pada saat itu pulalah dengan ditabhiskannya Kondanna setelah mendengarkan khotbah Sang Buddha, maka lengkaplah Tiga Mustika Buddha, Dhamma dan Sangha.

Pada kesempatan yang berbahagia ini PMd. B.Dwi Prayitno dalam ceramahnya meyampaikan 2 pandangan ekstrim yang harus kita hindari dalam kehidupan sehari-hari. Seperti ilustrasi yang disampaikan bahwa apabila tali senar ditarik terlalu kencang akan putus, sedangkan terlalu kendor suaranya tidak akan bagus. Maka sebaiknya kita berjalan di atas jalan tengah sebagaimana yang diajarkan oleh Sang Buddha untuk menghindari kedua pandangan ekstrim tersebut.

Vihara Guna Vijaya kembali akan mengadakan Puja Bakti perayaan Hari Asadha Puja pada hari Jumat tanggal 30 Juli 2010 jam 19.00 WIB yang akan dihadiri oleh Y.M. Bhikkhu Upasamo. Di sini kami mengundang seluruh umat Buddha untuk hadir dalam Puja Bakti tersebut.

Senin, 26 Juli 2010

Rakerda PD MAGABUDHI KEPRI

RAPAT KERJA DAERAH

(RAKERDA)

MAJELIS AGAMA BUDDHA THERAVADA INDONESIA (MAGABUDHI)

PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PLAZA HOTEL, TANJUNGPINANG 17-18 JULI 2010

Program Kerja Umum merupakan pokok-pokok program Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia (MAGABUDHI) yang telah ditetapkan Pasamuan Agung VII tahun 2005 sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dan pelaksanaan sepenuhnya kedaulatan anggota Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia. Pokok-pokok program umum beserta program kerja merupakan arahan untuk dilaksanakan bagi segenap pimpinan Pengurus Pusat, Pengurus Daerah, Pengurus Cabang serta Pengurus Anak Cabang Anggota Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia.

Program Kerja Umum ini dimaksudkan untuk meningkatkan peran serta dan memantapkan kedudukan Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia sebagai wadah Pandita dan Upacarika Agama Buddha Mazhab Theravada Indonesia dan bersama-sama Sangha Theravada Indonesia, merupakan lembaga Pembina umat Buddha Indonesia Mazhab Theravada, dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur, material spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang - Undang Dasar 1945 bagi bangsa Indonesia dengan menetapkan sasaran-sasaran dan langkah perjuangan dan pengabdian Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia.

Untuk mencapai sasaran Pokok-Pokok Program Umum beserta program kerja Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia, maka pada tanggal 17 & 18 Juli 2010 bertempat di Plaza Hotel, Tanjungpinang telah dilaksanakan Rapat Kerja Daerah (RAKERDA) Majelis Agama Buddha Theravada Indonesia Provinsi Kepulauan Riau. Rakerda ini dihadiri oleh 3 (tiga) Pengurus Cabang yang mewakili daerahnya masing-masing yaitu :

1. Pengurus Cabang Kota Tanjungpinang

2. Pengurus Cabang Kota Batam

3. Pengurus Cabang Kabupaten Karimun

Pembukaan Rapat Kerja Daerah (RAKERDA) secara resmi dibuka tanggal 17 Juli 2010 oleh Pandita Dr. R. Surya Widya SpKJ selaku Ketua Umum Pengurus Pusat MAGABUDHI dan dihadiri oleh Bapak Rudi Chua, SE selaku anggota DPRD Provinsi Kepri, Bapak Beni, SH selaku anggota DPRD Kota Tanjungpinang, Bapak Widya Wimamsidi S.Ag, M.Pd selaku Pembimas Hindu dan Buddha Kementerian Agama Prov. Kepri, Bapak Hengky Suryawan selaku Ketua WALUBI Prov. Kepri, Bapak Herman mewakili PSMTI Kab. Bintan/Kota Tanjungpinang, Bapak Parjio, S.Ag selaku Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Buddha Kantor Kementerian Agama Kota Tanjungpinang, Pengurus Vihara Dharma Shanti-Tanjung Uban, Pengurus Wanita Theravada Indonesia (WANDANI), Pengurus Pemuda Theravada Indonesia (PATRIA) serta anggota Magabudhi se-kota/kabupaten Provinsi Kepri.

Rakerda yang berlangsung 2 hari ini telah menghasilkan keputusan Rapat Kerja Daerah (Rakerda) untuk jangka waktu sejak ditetapkan sampai tahun 2011 dengan program kerja/sasaran mewujudkan masyarakat adil dan makmur, material spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 bagi bangsa Indonesia, mendukung program Pemerintah misalnya Penanggulangan bencana alam, pelestarian lingkungan hidup, keluarga berencana, pengentasan kemiskinan, penanggulangan masalah narkoba, kenakalan remaja serta memberikan pelayanan dan pembinaan kerohanian kepada umat Buddha, meliputi :

1. Bidang Dhamma

2. Bidang Organisasi

3. Bidang Pendidikan

4. Bidang Sosial

5. Bidang Seni dan Budaya

6. Bidang Sarana

7. Bidang Komunikasi dan Publik

8. Bidang Keluarga





Pandita Muda Buseri Dwi Prayitno S.Ag selaku Ketua Pengurus Daerah MAGABUDHI Provinsi Kepulauan Riau mengharapkan agar masing-masing Pengurus Cabang dapat melaksanakan hasil keputusan Rapat Kerja Daerah (Rakerda) ini di daerahnya masing-masing. Rakerda ini ditutup secara resmi oleh Pandita Muda Buseri Dwi Prayitno S.Ag pada tanggal 18 Juli 2010.

Rabu, 21 Juli 2010

Progress Pembangunan Vihara Guna Vijaya Per 20 Juli 2010

NAMO TASSA BHAGAVATO ARAHATO SAMMASAMBUDDHASSA
NAMO TASSA BHAGAVATO ARAHATO SAMMASAMBUDDHASSA
NAMO TASSA BHAGAVATO ARAHATO SAMMASAMBUDDHASSA

PERKEMBANGAN PROSES
PEMBANGUNAN VIHARA GUNA VIJAYA
JL. DELIMA, TANJUNGPINANG – KEPULAUAN RIAU (KEPRI)

Tanpa terasa 1 (satu) tahun telah berlalu proses pembangunan Vihara Guna Vijaya, Tanjungpinang - Kepri sejak Upacara Peletakan Batu Pertama Pembangunan Vihara Guna Vijaya di Jalan Delima, Tanjungpinang - Kepulauan Riau (Kepri) oleh Sangha Theravada Indonesia (STI) pada hari Minggu, 12 Juli 2009, pukul 09.00 WIB yang pada saat itu dihadiri oleh Bhikkhu Sangha yaitu Y.M. Bhikkhu Sri Subalaratano Mahathera, Y.M. Bhikkhu Atimedho Thera, Y.M. Bhikkhu Suratano, Y.M. Bhikkhu Indaguno.

Pada kesempatan yang berbahagia ini, Panitia Pembangunan Vihara Guna Vijaya menginformasikan perkembangan proses (Progress Report) pembangunan Vihara Guna Vijaya kehadapan Bapak, Ibu, Sdr/i, para donatur, para dermawan dan simpatisan umat Buddha sbb :

1.BANGUNAN DHAMMASALA
a.Pondasi Bangunan Dhammasala telah selesai dilaksanakan.
b.Tiang Bangunan Dhammasala telah selesai dilaksanakan.
c.Pekerjaan cor bagian atas Dhammasala sedang dilaksanakan (Belum Selesai).

2.BANGUNAN DAPUR & MESS/KAMAR TAMU 2 LANTAI
a.Pondasi Dapur & Mess lantai 1 telah selesai dilaksanakan.
b.Tiang Dapur & Mess lantai 1 telah selesai dilaksanakan.

Namun pada hari Sabtu, tanggal 17 Juli 2010 sekitar pukul 07.30 WIB telah terjadi hal-hal yang tidak kita inginkan bersama dimana batu miring bagian belakang salah satu sisi bangunan Vihara roboh dan menumbangkan 4 (empat) batang tiang bangunan Dhammasala. Hal ini terjadi dikarenakan sejak pukul 05.30 WIB dilokasi bangunan Vihara diguyur hujan yang sangat lebat dan derasnya air hujan yang mengalir.

Menyadari membangun Vihara dan sarana pendidikan merupakan kebajikan yang luhur, maka dengan ini Panitia Pembangunan Vihara Guna Vijaya mengajak Bapak, Ibu, Sdr/i, para dermawan dan simpatisan untuk berpartisipasi dalam memperbaiki batu miring bagian belakang salah satu sisi bangunan Vihara yang roboh dan menumbangkan 4 (empat) batang tiang bangunan Dhammasala serta melanjutkan penyelesaian pembangunan Vihara Guna Vijaya, dana dapat disalurkan melalui rekening sbb :

Bank : Bank Central Asia (BCA) Cabang Tanjungpinang
No. Rek (Rp.) : 380.0986868
No. Rek (SGD) : 380.0995000
Atas nama : Yayasan Theravada Sakyaputta

Atas nama Panitia Pembangunan Vihara Guna Vijaya mengucapkan Anumodana (Terimakasih) yang sebesar-besarnya kepada Sangha Theravada Indonesia, KBTI Seluruh Indonesia, para donatur, simpatisan dan berbagai pihak yang telah membantu pembangunan Vihara Guna Vijaya. Semoga kebajikan yang telah dilakukan akan membuahkan kebahagiaan dalam kehidupan sekarang dan kehidupan yang akan datang.

Semoga Sang TiRatana selalu memberkahi kita semua.
Semoga semua makhluk berbahagia.

Tanjungpinang, 19 Juli 2010
Mettacittena,
Panitia Pembangunan Vihara Guna Vijaya

Kebijaksanaan dalam Keheningan oleh Ajahn Brahm

Bagi kamu yang mengalami kesulitan bermeditasi, hal ini disebabkan kamu belum belajar bagaimana melepas pada saat bermeditasi. Mengapa kita tidak bisa melepaskan hal-hal sederhana seperti masa lampau atau masa mendatang? Mengapa kita begitu mempedulikan apa yang telah dilakukan dan dikatakan seseorang terhadap kita hari ini? Semakin banyak kamu memikirkannya, semakin bodohlah jadinya. Seperti pepatah kuno, “Ketika seseorang menyebutmu idiot, semakin sering kamu mengingatnya, maka semakin seringlah mereka telah menyebutmu idiot!” Jika kamu segera melepaskannya, kamu tidak akan pernah memikirkannya lagi. Paling banyak mereka hanya menyebutmu idiot sekali saja. Sudah! Selesai! Kamu bebas!
Mengapa kita memenjarakan diri kita dalam masa lalu kita? Mengapa kita masih tidak bisa melepaskannya? Apakah kamu sungguh-sungguh ingin bebas? Maka akuilah, maafkan dan lepaskan. Akui, maafkan dan lepaskan hal apapun yang menyakitimu, baik itu sesuatu yang dilakukan atau dikatakan oleh seseorang, maupun apa yang telah terjadi dalam kehidupanmu. Sebagai contoh, seseorang dalam keluargamu telah meninggal dan kamu berdebat dengan dirimu sendiri bahwa mereka tidak seharusnya meninggal. Atau kamu telah kehilangan pekerjaanmu dan kamu berpikir tanpa henti bahwa hal ini tidak seharusnya terjadi. Atau hanya karena sesuatu tidak berjalan sebagaimana mestinya, kemudian kamu begitu terobsesi menyatakan bahwa itu tidaklah adil. Kamu boleh menghukum dirimu atas hal yang kamu lakukan sepanjang sisa hidupmu jika kamu mau, tetapi tidak ada seorangpun yang memaksamu untuk melakukannya. Sebaliknya kamu dapat mengakui, memaafkan dan belajar memaafkan. Pelepasan adalah proses pembelajaran. Pelepasan memberikan kebebasan bagi kita untuk menyongsong masa depan dengan mudah, serta memutuskan rantai keterikatan terhadap masa lalu.
Baru-baru ini saya berbicara dengan beberapa orang mengenai komunitas orang-orang Kamboja di Perth yang menjadi komunitas Buddhis, masih banyak hal yang harus saya lakukan bersama komunitas ini. Seperti layaknya umat Buddha tradisional lainnya, ketika mereka terbentur masalah, mereka akan datang dan berkonsultasi dengan para bhikkhu. Inilah yang telah mereka lakukan selama berabad-abad. Vihara dan para bhikkhu adalah pusat sosial, pusat keagamaan, dan pusat konseling bagi komunitas tersebut. Bahkan ketika para pria bertengkar dengan istri mereka, merekapun datang ke vihara.
Suatu ketika pada saat saya masih seorang bhikkhu muda di Thailand, seorang pria datang ke vihara dan bertanya pada saya, “Bolehkah saya tinggal di vihara selama beberapa hari?” Saya pikir ia ingin bermeditasi, jadi saya berkata, “Oh, kamu mau bermeditasi ya?” “Oh, tidak”, ia menjawab, “Saya ingin tinggal di vihara karena saya baru saja bertengkar dengan istri saya.” Jadi ia pun tinggal di vihara. Tiga atau empat hari kemudian ia menjumpai saya dan berkata, “Saya merasa lebih baik sekarang, bolehkah saya pulang?” Sungguh bijak, ia bukannya pergi ke bar dan mabuk-mabukan, ia tidak mendatangi teman-temannya dan membeberkan kepada mereka hal-hal jelek yang ia pikirkan mengenai apa yang telah dilakukan istrinya sehingga memperkuat rasa sakit hati dan kemarahannya, melainkan ia tinggal dengan sekumpulan bhikkhu yang penuh kebaikan dan kedamaian, yang tidak akan berkomentar apapun mengenai istrinya. Ia merenungkan hal-hal yang telah dilakukannya dalam kedamaian itu, dalam lingkungan yang mendukung dan akhirnya ia pun merasa lebih baik. Kadang-kadang inilah fungsi vihara: sebagai pusat konsultasi, tempat pengungsian, tempat dimana orang melepaskan segala permasalahannya. Bukankah hal ini lebih baik daripada tetap melekat pada masa lalu, terutama ketika kita marah terhadap sesuatu yang telah terjadi? Ketika kita memperbesar kemarahan, apakah kita dapat benar-benar melihat hal yang sedang terjadi? Atau kita melihatnya melalui kacamata kemarahan yang menyesatkan, mencari kesalahan orang lain, hanya memperhatikan hal-hal jelek yang telah dilakukannya pada kita, tanpa pernah benar-benar melihat gambarannya secara utuh?
Satu hal yang saya amati dari komunitas orang orang Kamboja ini adalah bahwa mereka semua telah melalui penderitaan pada masa zaman Pol Pot. Saya mengenal seorang pria Kamboja yang istrinya ditembak tepat di hadapannya oleh Khmer Merah, hanya karena mencuri sebuah mangga. Istrinya sangat lapar sehingga ia memetik sebuah mangga dari pohon. Salah seorang kader Khmer Merah melihatnya dan, tanpa diadili, ia menarik senapannya di depan suaminya dan menembak mati sang istri. Ketika pria ini menceritakan hal ini kepada saya, saya memperhatikan wajahnya, gerak gerik tubuhnya, sungguh menakjubkan, tidak ada kemarahan, tidak ada kebencian, bahkan tidak ada kesedihan yang tampak. Yang ada hanyalah penerimaan yang penuh kedamaian atas apa yang telah terjadi. Hal ini tidak seharusnya terjadi, tetapi pada kenyataannya hal inilah yang terjadi.
Dengan melepaskan masa lalu, kita dapat menikmati masa sekarang dan bebas menyongsong masa depan. Mengapa kita selalu membawa-bawa sesuatu yang telah berlalu? Kemelekatan terhadap masa lalu bukanlah suatu teori, melainkan suatu sikap. Kita dapat mengatakan, “Oh, saya tidak melekat.” Atau kita dapat mengatakan, “Saya sama sekali tidak melekat, bahkan tidak melekat pada ketidakmelekatan tersebut,” yang terasa sangat bijak dan terdengar sangat indah, tetapi semua itu hanyalah sampah. Tahukah kamu jika kamu melekat, tidak bisa melepaskan hal-hal penting yang menyebabkanmu menderita, maka hal ini akan menghalangi kebebasanmu. Kemelekatan laksana bola besi dengan rantai yang terikat di kakimu. Tidak ada orang yang mengikatkannya padamu. Kamu memiliki kunci untuk membebaskan dirimu, tetapi kamu tidak menggunakannya. Mengapa kita begitu membatasi diri kita sendiri dan mengapa kita tidak bisa melepaskan segala urusan dan kekhawatiran terhadap masa yang akan datang? Apakah kamu khawatir mengenai apa yang akan terjadi selanjutnya, besok, minggu depan, atau tahun depan? Mengapa kamu melakukan hal ini? Sudah berapa kali kamu mengkhawatirkan ujian atau ulangan, atau kunjungan ke dokter, atau kunjungan ke dokter gigi? Kamu bisa saja khawatir kamu akan sakit dan ketika kamu telah bersiap mengunjungi dokter gigi, ternyata mereka telah membatalkan perjanjianmu dan kamu pun tidak perlu pergi lagi!
Sesuatu tidak akan pernah terjadi sesuai dengan pengharapanmu. Belumkah kita belajar bahwa masa yang akan datang itu begitu tidak pasti sehingga tidak ada yang perlu dikhawatirkan? Kita tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Ketika kita melepaskan masa lalu dan masa yang akan datang, bukankah kita telah berada pada jalur meditasi yang mendalam? Bukankah kita sebenarnya sedang belajar bagaimana cara untuk menjadi damai, bebas, dan puas?
Ini adalah indikasi dari makna pencerahan. Ini berarti melihat bahwa banyak kemelekatan kita yang didasari oleh kebodohan belaka. Kita tidak memerlukan hal ini. Seiring kita mengembangkan meditasi dengan lebih mendalam, kita semakin bisa lebih melepaskannya. Semakin banyak kita melepas, semakin bahagia dan damailah diri kita. Inilah alasan mengapa Buddha menyebut semua jalan dalam ajaran Buddha sebagai latihan yang bertahap. Ini adalah jalan yang membimbing seseorang, selangkah demi selangkah, dan pada setiap langkahnya kamu akan mendapatkan suatu penghargaan. Itulah sebabnya ini merupakan sebuah jalan yang sangat membahagiakan dan semakin jauh kamu melangkah, maka semakin membahagiakan dan berhargalah penghargaan itu. Bahkan pada langkah pertama saja kamu sudah akan mendapatkan penghargaan.
Saya masih ingat pertama sekali saya bermeditasi. Saya ingat ruangannya, di Universitas Cambridge, di Ruang Wordsworth, Kampus King. Saya belum pernah bermeditasi sebelumnya, jadi saya hanya duduk di sana lima sampai sepuluh menit dengan beberapa teman saya. Walaupun hanya sepuluh menit, tetapi saya berpikir, “Oh, alangkah menyenangkannya”, saya masih ingat perasaan itu bahwa ada sesuatu yang bergaung dalam diriku, memberitahukan bahwa inilah jalan yang membimbing saya ke suatu tempat yang luar biasa. Saya telah mendiskusikan segala jenis filosofi sambil minum kopi dan bir dengan teman-teman saya, tetapi “diskusi” selalu berakhir dengan perdebatan dan mereka tidak pernah membuat saya lebih bahagia. Bahkan profesor besar di unversitas yang kamu kenal dengan sangat baik tidak terlihat bahagia. Itulah salah satu alasan mengapa saya tidak melanjutkan karir akademis saya. Mereka memang sangat brilian dalam bidang mereka, tetapi di sisi lain mereka juga sebodoh orang biasa. Mereka juga berdebat, khawatir dan tertekan, sama seperti setiap orang yang lain. Dan hal ini benar-benar mengena padaku. Mengapa orang-orang pintar di universitas yang terkenal ini tidak merasa bahagia? Apa gunanya menjadi pintar jika hal ini tidak memberikanmu kebahagiaan? Yang saya maksud adalah kebahagiaan sejati, kepuasan sejati dan kedamaian sejati.